Friday, December 30, 2011

PRAGMATISME



Tiga hari yang lalu ada beberapa teman yang datang ke rumah saya dan mengadu bahwa dia telah ditipu sampai ratusan juta rupiah karena uang yang telah ia transfer guna mendapat project di salah satu galangan perkapalan ternyata tidah ada hasilnya, bahkan uang tersebut dibawa kabur oleh broker yang menawarkannya. Alih-alih mendapatkan keuntungan yang besar, modal bisa kembali saja sudah bersyukur. Tapi apa boleh buat, ibarat pepatah “nasi sudah jadi bubur”, dan lebih parahnya lagi bubur tersebut adalah bubur basi yang tidak bisa dimanfaatkan lagi meski dibelikan beberapa bumbu dapur…….

Pengalaman yang hampir sama juga dialami oleh tetangga saya beberapa bulan yang lalu, sebut saja namanya Paijo. Ketika Paijo membeli detergen bubuk yang biasa dipakai untuk mencuci pakaian sehari-hari, ia menemukan secarik kupon berhadiah sebuah mobil keluaran terbaru, yang lengkap dibubuhi tandatangan pejabat terkait didalam kemasan detergen tersebut. Tanpa banyak pertimbangan Paijo menghubungi nomor yang tertera dan terjadilah kesepakatan harus membayar sejumlah uang guna pengurusan pajak hadiah dan pajak kendaraan. Begitu sudah selesai ditransfer yang terjadi adalah paijo sudah tidak bisa menghubungi contact yang tertera dalam kupon tersebut.



Dari beberapa media massa pun, baik cetak maupun elektronik kita juga bisa mengetahui bagaimana sudah sedemikian parah kultur yang ada disekeliling kita. Budaya tipu menipu, budaya korup, budaya menindas dan budaya-budaya negative lainnya seakan menjadi biasa guna mendapat keuntungan yang bersifat pribadi atau sekelompok golongan kecil. “ Ternyata sudah sangat pragmatis pola pikir masyarakat kita”, kata seorang teman saat diskusi di sekitar kawasan Nagoya.

PRAGMATISME, mungkin kata yang tidak asing untuk telinga kita atau bahkan sudah sangat familiar. Sederhana untuk diucapkan namun mengandung pemaknaan yang sangat luar biasa. . Walaupun mungkin belum terlalu paham, tapi kalangan awam sepintas mengkonotasikan pragmatisme sebagai sebuah sikap atau paham yang negatif. Ada kesan hipokrit dan manipulatif.

Dari referensi yang saya baca, Istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan atau tindakan. "Isme" berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme berarti suatu ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kriteria kebenarannya adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil/manfaat.

Pada praktiknya, pragmatisme menuntut dua syarat; Pertama, ide atau keyakinan yang mendasari keputusan yang harus diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Dan yang kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri. Keduanya tidak bisa dipisahkan.Bagi kalangan pragmatis, sesuatu dianggap benar jika berguna bagi manusia, bermanfaat dalam praktek dan dapat memenuhi tuntutan hidup manusia.

Sepintas pragmatisme seperti cara berpikir yang benar. Mudahnya, jika sebuah gagasan atau ideologi tidak bisa diterapkan dan diambil manfaatnya dalam praktik, maka buat apa dipertahankan. “Kebenaran” menurut kaum pragmatis adalah yang terbukti bermanfaat dalam praktik. Jika sesuatu tidak memberikan keuntungan bagi manusia, ia layak ditinggalkan. Sekalipun hal itu bernilai ideologis dan idealis.

Pragmatisme dengan mudah akan mengkhianati kebenaran sejati dalam pandangan ideologi dan tataran idealis. Pragmatisme mendorong manusia selalu menginginkan keuntungan yang seketika. Akibatnya ia akan melakukan tindakan apapun untuk mewujudkannya.

Menilik dari sisi ajarannya, maka pragmatisme sebenarnya merugikan dan membahayakan masyarakat. Siapapun yang memakainya sebagai cara berpikir dan bertindak, tidak lagi mengindahkan rasa keadilan dan kebenaran yang objektif. Kaum pragmatis tidak membutuhkan lagi ideologi dan nilai-nilai idealis. Bagi mereka, yang terpenting adalah mendapatkan keuntungan spontan bagi dirinya dan kelompoknya. Dengan demikian aturan dan nilai-nilai ideologi rawan untuk dimanipulasi, karena menjadikan pelakunya senantiasa bersikap oportunis dan hipokrit. Bagi mereka yang terpenting bukanlah mempertahankan idealisme dan ideologi, tetapi mendapatkan keuntungan dari tindakan yang mereka lakukan. Tidak peduli bahwa keuntungan itu hanya bersifat jangka pendek.

So….., yang pasti kalau kita menganggap bahwa paham pragmatisme adalah sesuatu yang membahayakan, siapkah kita untuk meninggalkannya? Tidak cukup kalau hanya sekedar mengeluh dan beretorika belaka. Namun lebih dari pada itu adalah aksi riil apa yang harus kita lakukan. Kita harus berbuat…., dari hal terkecil yang bisa kita lakukan. Percuma kita marah, kita geram kalau kita tidak melakukan apa-apa. Kita harus menjadi SOLUSI….Solusi atas diri kita…., Solusi atas masyarakat dan lingkungan disekitar kita…. dan Solusi atas Bangsa Indonesia…..!!

Salam,
Eko Sumarsono

No comments:

Post a Comment